Jumat, 22 Maret 2013

Cermis: Pembunuhan di Rumah Mewah Part 1

"Jangan ada yang mendekat!! Ini pembunuhan, cepat hubungi polisi!" Teriak histeris seorang warga.

Rumah besar itu dipolice line.
Masyarakat bergerombol menyaksikan proses evakuasi yang berjalan lancar. Wartawan berulang kali mengarahkan kameranya ke jasad perempuan yang diperkirakan berumur 20 tahun. Wajah sang mayat penuh luka lebam, di perutnya tertancap sebilah pisau, sedangkan di pergelangan tangannya terdapat luka bekas ikatan yang membiru, ini menandakan bahwa sebelum meninggal korban sempat disekap beberapa hari dengan cara diikat.



Pembunuhan sadis tersebut dilakukan terhadap mahasiswi bernama Rikha di kediamannya sendiri. Rikha adalah anak tunggal dari penguasaha kaya raya. Karena kesibukan orang tuanya yang sering bolak-balik luar negeri untuk urusan bisnis, Rikha sering pula harus tinggal sendirian di rumahnya bersama pembantu dan seorang satpam. Hingga saat ditemukan tewas, polisi telah menetapkan si Satpam sebagai tersangka.
                                                                               ***

"Skak mat! Horeeee... gue menang lagi Man" Teriak Kribo kegirangan.

"Eh bo, mana ada kuda jalannya lempeng? Mustinya belok bego" Udin ngomel-ngomel.

"Lah ini kuda apa?"

"Bukan! Ntu kodok!" Udin emosi.

"Hwaduhhh... gue kira..."

"Lu kira selop kali" Udin memasukan selop ke mulutnya Kribo.

"Aggggkkk...afu pan mandak lihwat dziinnnn.." Ujar Kribo gak jelas karena masih ada selop di mulutnya.

Udin menghiaraukan perkataan Kribo yang gak jelas. Lalu menaikan sarungnya sebatas leher, karena udara malam itu begitu dingin. Dipos ronda tersebut terlihat ada bang Jono dan Parman lagi asyik makan ketoprak.

"Bang, dengar kabar kaga kalau si Rikha, arwahnya jadi sundel bolong?" Kata Parman sambil duduk menjongkok nyandar pohon pete.

"Hahhhhh... ciyus??? miapah????" Ujar Jono yang tiba-tiba alay karena salah pergaulan.

"Kata penduduk kampung sih bang gitu. Si otong juga pernah ngeliat penampakan si Rikha saat ngeronda"

"Arghhhhh,,," Udin menjerit ngegigit bibirnya, merapat ke arah Kribo.

"Eitsss apaan lu Din ngumpet di ketek gue...Lu maho ya?" Kribo mendorong-dorong badan si Udin yang kaya buntelan sprei.

"Sadis banget lu! Ehh Man, yang bener? Jangan cerita yang kaga-kaga...itu namanya pitnah. Dan pitnah ntuh lebih kejam dariiii.. darii......" Udin mikir keras. "dari bang Jono. Iye bener lebih kejam dari bang Jono"

PLAKKKK!!! Kepala Udin di toyor sama bang Jono

"Ape lu bilang???" Bang Jono melotot ke arah Udin sambil ngepalin tangan.

"Auwhhhhh" Udin menjerit. "Ehhh...ihhhhh...erghhhhh....Ntu si Kribo bang yang nyahut... iiii...tttuuuuu.. ide... dii..iiaaaa" Udin mengelak. Parman mulai cekikikan, Kribo menggelengkan kepalanya.

Udara malam kian dingin, jalanan mulai terlihat sangat sepi. Empat pemuda blo'on yang mendapat giliran ronda. Isu hangat tentang kemunculan hantu Rikha sempat membuat bang Jono cs merapatkan badan satu sama lain dan membuat bulu kuduk mereka merinding.

Sementara Parman dan bang Jono hampir terlelap.

"Ssstttt.. Bo! Anterin gue pipis" Bisik Udin.


"Halahhhhhh, mau pipis aja takut? potong aja titit lu Din, trus jadikan kalung aja" Kribo sewot

"Ayolahhh Bo!" Udin memasang tampang memelas.

"Ya sudah pipis di balik pohon sana, gue tungguin dari sini"

"Beneran lu kan? awas lu bohong"

"Iyeee.. Buruan sana, nanti keburu pipis dicelana lu"

Udin berjala ke balik pohon, sambil bersiul-siul untuk ngilangin rasa takut. Saat mau balik ke pos ronda. Udin mendengar suara cewek sedang nangis.

"Huuuhuuhuhuh.... hikss... hikss... huhuhuhuuu..."

Udin mencari asal muasal suara tangisan. Dilihatnya ternyata ada seorang perempuan cantik bersandar di batang pohon pete sambil nangis showeran (nah lo?). Rambutnya panjang kulitnya putih kinclong, hidungnya mancung dengan bibir yang sensual. Udin bingung melihat ada cewek cantik nangis tengah malam begini.

"Neng.. ngapain nangis di sana?"

"Kaga kenapa-napa kok bang..."

"Pulang aja dah neng, ntar keluarga elu nyariin"

"Kaga bang, kaga mungin mereka nyariin aku. Bang gue mau minta tolong boleh?"

"Minta tolong apaan neng?"

"Nyariin..." Belum sempat nerusin ngomong, bang Jono tiba-tiba nongol manggil si Udin.

"Woii peak!! Ngapain lu disitu?"

"Ini bang.. lagi dengar curhatan cewek cantik"

"Gue lihat dari tadi elu ngomong sendiri. Lu sehat?"

"Iya bang, dari tadi Udin kayak orang stress. Gue perhatiin terus, gue panggil-panggil, malah pura-pura nggak dengar" Kribo nyahut.

"Gue stress??? Ngomong sendiri? Kaga bang, nih ada ceewww...." Udin celingak celinguk nyariin cewek yang tadinya bersandar di pohon pete.

Cewek tersebut tiba-tiba ngilang tanpa permisi Bulu kuduk Udin langsung berdiri, rona ketakutan nampak jelas di wajah dongonya.

"Ttteee.....rrruuusssss... tadi yang....yang ngajakin gue ngomong siapa bang?"

"Lah mana gue tau, tadi nggak ada cewek yang gue liat lagi sama lu"

"Jaaaaa...jaaa..jangan-jangannnnn.."

"Khikkkkk...khikkkkk..khikkkkk" terdengar seperti suara cewek yang lagi tertawa.

JEGERRRRRR!!!

Jono, Udin dan Kribo serempak nengok ke atas pohon. Sesosok perempuan cantik dengan punggung berlubang dipenuhin belatung, duduk di dahan pohon membelakangi mereka. Belatungnya mulai berjatuhan satu-persatu ke kepala mereka. Sementara gaun putihnya melambai-lambai ditiup angin.

"Ittttt....tttuuuuuu... suuunnnnnn....suunnnnddddd..." Udin berteriak terbata-taba.

"Sundel bolooooooooonngggggg" Teriak Jono sambil berlari lebih dulu.

"Bangggggg tttuuuunnggggguuuuuuu!!!" Kribo ngegas lari kencang kayak Valentino Rossi, meninggalkan Parman yang lagi tutupan sarung sekujur badan sambil ngorok-ngorok.

"Woeeeeeeiiiiiii jangan tinggalin gueee!!! Gue kaga bisa lari!!" Udin merengek-rengek

Badan gendutnya tertahan, kakinya terasa berat untuk dilangkahkan. Kolornya serasa ada yang nahan hingga si Buntelan sprei nggak bisa nyusul Kribo dan bang Jono.

"Baaaaaannnnnggggg...Sundelnya nyekap gue!!!" Udin teriak sambil meneteskan airmata"

"Enak aja! Kolor elu nyangkut bego, kok nuduh?? aaakkhiiiikkkk khikkkkk" Si Sundel Protes. (apaan ini? hantu bisa ngomong)

Udin menengok ke belakang.....

"Arghhhh.... Sundel Bolongg..."

WEEERRRR....KRAKKKKKKK... Kolor Udin sobek.

Udin berlari tunggang langgang. Nyeruduk apa aja yang ada di depannya. Rasa takut yang luar biasa menyebabkan dia nggak bisa membedakan mana pohon mana tiang. BRAKKK!!! Udin nabrak pohon.
***

"Saya nggak pernah ngebunuh neng Rikha pak.. Sumpah!!! Saat kejadian pembunuhan saya lagi sakit dirumah, pantat saya bisulan." Jelas pak Madi, selaku satpam yang menjadi tuduhan tersangka pembunuh Rikha.

Ivan menatap tajam mata pak Madi. Terlihat di mata pak Madi tersirat sebuah kejujuran.

"Jelaskan itu nanti di pengadilan, saya usahakan membantu bapak sebisanya kalau memang bapak tidak bersalah" Ujar Ivan sambil mengemasi berkas-berkasnya lalu beranjak pergi meninggalkan kantornya pulang ke rumah.

Tiba di rumah, Ivan merebahkan tubuhnya di sofa. Teka-teki pembunuhan Rikha, belum berhenti sampai disini. Pak Madi memang punya alibi, tapi hanya istrinya yang memberikan kesaksian bahwa pak Madi terus-menerus berada di rumah saat kejadian. Hal itu belum bisa menguatkan alibi pak Madi, karena bisa jadi sang istri ingin melindungi suaminya.

Terlintas di fikiran Ivan "Kalau bukan pak Madi, lantas siapa yang membunuh Rikha? Sementara barang bukti mengarah ke dia?"

Ivan menambil segelas anggur untuk sedikit menghilangkan penatnya.

WUSHHHHHH....WUSHHHHHHH

Sebuah bayangan terlihat berlalu di pintu kamarnya. Polisi muda kalem dan ganteng itu memperhatikan dengan seksama bayangan yang barusan melintas di depannya.

"Itu bukan manusia, tapi arwah gentayangan. Rikha?" Gumam Ivan.

Bayangan itu kembali melintas, memainkan pintu kamarnya, terbuka dan tertutup dengan sendirinya.

WWUUUSSHHHH....WWUSHHHHHH.... BRAKKKKKK!!!

"Wadowww kepala gue kejedot pintu" Arwah si Rikha merengek kesakitan. (Kalau kayak gini, sebagai penulis cermis gue merasa gagal).
***

"Whatttttt? Berurusan sama demit lagi? Miapahhh???" Udin Alay tingkat kabupaten.

"Iyaa... Arwah si Rikha menuntun kita untuk mencari pembunuh aslinya" Ujar Ivan.

"Beruntung sekali, cuman gue yang nggak ngelihat penampakan si Rikha" Ujar Parman.

"Ya iyalah, elu kan ngorok malam itu.. Moga aja lu didatangin ke rumah" Sahut Kribo sewot.

"Jangan didoain gitu juga bego! ngebayangin punggungnya aja, gue merasa ngeri badai"

"Lalu apa tugas kita, Van?" Jono bicara serius.

Ivan diam sejenak. Berkali-kali polisi muda itu membolak-balik berkas laporannya hasil penyelidikan beberapa hari ini. Masih ada waktu beberapa lagi untuk menuntaskan kasus ini sebelum pak Madi dijatuhin tuntutan hukuman penjara.

"Dua hari yang lalu, gue sempat mendatangi orang tua Rikha. Dari penjelasan mereka, ada sekitar 4 orang yang bisa bebas keluar masuk rumah mewah itu. Pertama, si Roy pacarnya Rikha sekaligus teman sekampusnya. Kedua, guru les vokal namanya mas Dino. Ketiga, Indra sepupunya Rikha dan keempat adalah sahabatnya Rikha sekaligus pacarnya Indra yang bernama Lola. Lola sering main ke rumahnya Rikha, bahkan tidur di sana kalau orang tua Rikha sedang keluar negeri. Sepupunya Rikha, si Indra sering pula ke rumah untuk nemuin Lola dan Rikha. Di antara ke-4 orang ini, hanya 3 yang mencurigakan. Soalnya mas Dino beberapa hari sebelum dan sesudah kejadian, ada show di Bandung. Alibinya diperkuat dengan kesaksian dari anggota vokal grup yang dipimpinnya. Tugas kalian adalah mencari tahu dan mengorek informasi dari ketiga orang tersebut. Roy, Lola dan Indra." Jelas Ivan panjang lebar.

Bang Jono mengangguk, tanda mengerti.

"Gimana Man?"

"Elu ngikut nggak Din?"

"Gini bang, karena sesuatu hal yang mendesak, kucing gue sakit gigi dan gue harus merawat kucing gue, maka gue pustuskan....."

"Ngikut nggak lu? Hah! Ngikut gak?" bang Jono melotot ke arah Udin.

"Mmmaaakkkk...ssuuudddd gue... gguuuu..guuee putusin buat bantuin nyabut gigi kucing gue pakai tang"

PLAKKKKK.. Bogem mentah meluncur ke kepalanya Udin Marudin.

"Awhhhh sakit bos" Udin meringis ngenes.

"Kalau elu Bo?" Bang Jono berbalik ke belakang.

Booo..kriboooo..dimana elu?"

Si Kribo udah ngilang entah kemana.  Bang Jono mulai emosi, mencari kribo ke kolong meja sampai ke dalam lemari, tapi Kribo nggak ada. Bang Jono makin emosi

"Keluar lu Bo!! atauuu gue banting nih" Teriak bang Jono sambil ngankat Udin tinggi-tinggi muterin bodynya bersiap mau ngelempar.

"Arghhh..arghhh" Udin histeris "Kok gue bang? Keluar lu Kribo bangkee!!" Udin teriak.

"Gue disini bang... Khikkk khikkk khikkk" Kribo nongol seperti kesurupan gerakan arwah Rikha.

"Akhhhh akhhhhh.....Setannnnn"

GEDEBUKKKKKK....BRUAKKKKKKKK..PYUTTTTTTTT (sorry gue kentut..hehehe).

Udin bener terlempar nyungsep, nyium ubin dan kakinya sangkut di sofa. Kribo, Parman dan Ivan ketawa ngakak. Secara mereka tahu kalau Kribo cuma akting.
***

Semua berkumpul di rumah Rikha. Ada Lola, Roy dan Indra. Saat itu acara 40 harinya Rikha. Orang tua Rikha memberikan izin pada Ivan untuk melakukan penyelidikan. Di rumah ini polisi muda itu akan menjebak mereka.
Ivan dan Jono datang lebih duluan, sedangkan Udin, Parman dan Kribo menyusul ke rumahnya Rikha. Ivan melirik ke arah merka masing-masing yang sedang duduk di sofa berwarna biru, si Lola gadis cantik dengan potongan rambut yang pendek agak kecoklatan yang selaras dengan warna kulitnya. Roy, pria muda berpenampilan rapi, ganteng dan elegant. Sedangkan Indra berlawanan dengan penampilan Roy, rambutnya gondrong, acak-acakan, pakaiannya terkesan apa adanya dan senyumnya pun sinis kurang bersahabat.
Sampai acara selesai si Udin, Parman dan Kribo belum juga datang.

#Apa yang terjadi dengan Udin, Parman dan Kribo? Lalu siapakah pelaku pembunuhan tersebut? Apakah pak Madi selaku satpam rumah Rikha, Lola sahabatnya Rikha, Indra sepupunya Rikha atau Roy yang sebagai kekasihnya Rikha? JENGGG JENGGGGGJJJEEEENNGGGG...... Tunggu lanjutannya di part 2.

0 komentar:

Posting Komentar